Oleh Fatah Syukur

PADA 29-31 Maret ini, Dewan Pengurus Pusat Perkumpulan Ahli dan Dosen Republik Indonesia (ADRI) akan menyelenggarakan Mukernas I di Bogor. Menurut rencana Mukernas akan dibuka Presiden Joko Widodo di Istana Bogor. Beberapa Menteri direncanakan akan memberikan presentasi dalam event tersebut, antara lain Menristek Dikti, Menteri Agama, Menteri Sosial dan lain-lain. Selain Mukernas akan dilaksanakan MoU antarperguruan tinggi dalam dan luar negeri, serta konfrensi internasional yang merupakan tradisi ADRI setiap pelantikan pengurus DPD.

ADRI merupakan organisasi yang masih sangat muda. Sekalipun demikian respon para dosen untuk menjadi anggota ADRI cukup tinggi. Di Jawa Tengah dalam waktu satu bulan sejak dibentuk kepengurusan daerah tak kurang 600 pendaftar.

Kehadiran ADRI merespon kebutuhan perguruan tinggi, khususnya para dosen yang memiliki tuntutan meningkatkan kualitasnya.

UU Nomor 12 Tahun 2012 Pasal 4 menjelaskan bahwa pendidikan tinggi berfungsi untuk: a) mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; b) mengembangkan civitas akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma; dan c) mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora.

Dosen sebagai pendidik profesional dan ilmuwan mempunyai tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebar luaskan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Sebagaimana pasal 12 UU tersebut, juga mempunyai tugas untuk mengembangkan suatu cabang ilmu pengetahuan dan/atau teknologi melalui penalaran dan penelitian ilmiah serta menyebar luaskannya. Dosen secara perorangan atau berkelompok juga wajib menulis buku ajar atau buku teks, yang ditertbitkan oleh perguruan tinggi dan/atau publikasi ilmiah sebagai salah satu sumber belajar dan untuk pengembangan budaya akademik serta pembudayaan kegiatan baca tulis bagi civitas akademika.

Untuk mendukung kelancaran kerja dan menjaga profesionalitas, menjamin mutu layanan tersebut, serta untuk memberikan perlindungan, penghargaan dan advokasi terhadap dosen diperlukan organisasi profesi dosen. Dari latar belakang ini, lahirlah organisasi Perkumpulan Ahli dan Dosen Republik Indonesia yang disingkat ADRI. Yang dimaksud dengan ahli adalah seseorang yang mahir dalam bidang kelimuan.

ADRI didirikan 30 Maret 2016 untuk jangka waktu yang tidak ditentukan namanya. ADRI memiliki visi, ‘’Mewujudkan dosen yang profesional dan berintegritas’’. Sedangkan visinya adalah a) mengembangkan kompetensi akademik dan profesional dosen, b) memperjuangkan kesejahteraan dosen, c) memberikan penghargaan kepada dosen yang berprestasi, d) memberikan bantuan perlindunagn hukum kepada dosen, dan menjaga harkat dan martabat dosen sebagi profesi.

Banyaknya permasalahan di sekitar perguruan tinggi dan dosen, sebagaimana dikatakan Dirjen Sumber Daya Iptek Dikti, Kemrisetek Dikti, Ali Ghuffron, yakni masih banyak dosen yang bergelar sarjana, dosen yang belum memiliki jabatan akademik, rendahnya publikasi, dan sebagainya. Ini harus menjadi perhatian ADRI.

Dalam waktu relatif singkat ADRI telah menyelanggarakan konfrensi internasional di setiap serangkain pengukuhan DPD, sehingga dari event tersebut lebih dari seribu makalah yang siap dipublikasikan bisa terkumpul. Untuk mewadahi artikel tersebut, ADRI telah bekerjasama dengan lembagalembaga pengindek jurnal baik dalam negeri maupun luar negeri, terutama Scopus.

ADRI sendiri telah membuat dua puluh lima jurnal internasional dalam berbagai bidang keilmuan yang siap terbit tahun ini.

Kekuatan Asing

Sebagaimana dikatakan Dr Ahmad Fathoni, Ketua Umum DPP ADRI, dalam menyikapi peraturan Menrisetek Dikti yang mewajibkan dosen dan guru besar menulis di jurnal ilmiah sebagai syarat pencairan tunjangan profesi, ADRI akan melakukan pendampingan dalam bidang kepenulisan.

ADRI harus mengusung perjuangan menegakkan kedaulatan akademik, karena saat ini para akademisi Indonesia masih tergantung kekuatan asing. Misalnya ketika hendak membuat publikasi internasional harus memenuhi sejumlah aturan dan kriteria yang dinilai memberatkan. Terkait kewajiban penulisan ilmiah bagi dosen, hal itu merupakan siklus akhir dari suatu penelitian dan kendalanya adalah mekanisme yang terlalu ketat serta terbatasnya dana.

Dari ribuan proposal yang diajukan ke Kemriistek Dikti misalnya, yang lolos hanya 1.000 sehingga banyak dosen akhirnya tak bisa melakukan penelitian untuk kemudian hasilnya ditulis menjadi jurnal ilimiah. Tidak hanya itu ada juga dosen yang kesulitan menulis karena tidak ada pelajaran menulis.

Perhelatan Mukernas ADRI yang pertama ini mempunyai makna penting dan bersejarah, karena akan menetapkan AD/ART.

Ada sepuluh komisi yang akan membahas berbagai bidang, yaitu 1) komisi AD-ART dan tata kelola organisasi, 2) pengelolaan keuangan, 3)tata kelola keanggotaan dan etika profesi/kode etik dosen RI, 4) international conference, publikasi dan jurnal- jurnal ilmiah ADRI, 5) naskah akademik LAM rumpun ilmu, 6) naskah akademik kesejahteraan dan sertifikasi profesi dosen, 7) kerjasama kemitraan dan harlindung, 8) program dan paket pelatihan ADRI, 9) research and develompent perkumulan peneliti muda Indonesia dan 10) mahkamah pendidikan, refleksi dan rekomendasi.

Untuk konfrensi internasional yang mengambil tema ‘’Collaboration Among Universities Towards Global Competition’’, akan menghadirkan Prof Dr Ali Ghufron Mukti (Dirjen Smber Daya Iptek Dikti), Prof Sarim bin Ahmad (Malaysia), Prof Shyue- Ling Wang (Taiwan), Park Eunhee, PhD (Korea), dan Dr Bibin Rubini MPd (Indonesia). Selamat Mukernas I ADRI, semoga sukses. (21)

Prof Dr H Fatah Syukur MAg, Wakil Dekan Bidang Akademik FITK UIN Walisongo dan Ketua DPD ADRI Jawa Tengah