
FITK UIN Walisongo Online, Depok – Mohammad Yusuf Setyawan, dosen muda Program Studi Pendidikan Bahasa Arab (PBA) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Walisongo Semarang, berhasil menorehkan prestasi di ajang Annual International Conference on Islam, Science, and Society (AICIS+) 2025 yang digelar di Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Depok, pada 29–31 Oktober 2025.
Yusuf menjadi salah satu pemakalah yang lolos seleksi dan tampil sebagai pemakalah dalam forum akademik internasional bergengsi tersebut. Lebih dari 2.400 abstrak dari 31 negara yang diterima panitia, hanya 230 abstrak yang berhasil lolos. Hal ini sekaligus menjadikan AICIS+ 2025 sebagai konferensi paling selektif sepanjang sejarah penyelenggaraannya.
Lulusan Universitas Al-Azhar Kairo dan Magister Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga ini mempresentasikan makalah berjudul:
“اَلتَّنَاصُّ بَيْنَ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ وَالْكِتَابِ الْمُقَدَّسِ كَوَسِيلَةٍ لِتَهْدِئَةِ التَّوَتُّرَاتِ الدِّينِيَّةِ وَالْإِنْسَانِيَّةِ الْعَالَمِيَّةِ”
(Intertextuality between the Qur’an and the Bible as a Means of Easing Global Religious and Human Tensions).
Melalui makalah tersebut, Yusuf mengangkat wacana intertekstualitas antara Al-Qur’an dan Alkitab dengan pendekatan tanāṣṣ (intertekstualitas) yang dikembangkan oleh Michel Cuypers, seorang sarjana asal Belgia. Kajian ini berupaya menunjukkan bahwa kedua kitab suci itu, meski berbeda konteks teologis, memiliki dialog nilai yang sejalan dalam membangun kedamaian dan moralitas universal.
“Kajian ini berangkat dari keyakinan bahwa wahyu tidak berdiri sendiri, tetapi berdialog lintas zaman dan tradisi untuk menumbuhkan nilai kemanusiaan,” ujar Yusuf.
“Dengan mengkaji hubungan tekstual antara Al-Qur’an dan Alkitab, kita belajar melihat agama bukan sebagai sekat, tetapi sebagai jembatan untuk saling memahami.”
Pendekatan linguistik-retoris yang ia gunakan menghadirkan perspektif baru dalam studi Al-Qur’an dan pendidikan Islam. Yusuf menjelaskan bahwa bahasa Arab bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga instrumen intelektual untuk membaca teks keagamaan secara lebih kritis dan inklusif.
Dalam forum AICIS yang dihadiri akademisi dari berbagai negara, Yusuf mendapat sambutan positif dari para reviewer dan peserta. Prof. Dr. Silfia Hanani, S.Ag., M.Si. dan Dr. Irwandi, S.S., M.Pd. selaku reviewer menilai bahwa penelitian Yusuf memiliki kontribusi signifikan terhadap teologi perdamaian dan pemahaman lintas iman di dunia modern.
“Diskusi yang berkembang di panel tersebut tidak hanya bersifat akademik, tapi juga reflektif. Banyak peserta internasional yang tertarik pada bagaimana Al-Qur’an dapat dipahami secara interfaith tanpa kehilangan nilai teologisnya,” tutur Yusuf.
Pengalaman berharga itu menjadi momentum penting baginya untuk terus mengembangkan riset lintas disiplin di FITK. Ia berharap pendekatan intertekstualitas dapat memperkaya metode pembelajaran linguistik dan tafsir Al-Qur’an, sekaligus menginspirasi mahasiswa dan dosen muda lain untuk menembus forum ilmiah internasional.
“Saya ingin riset ini menjadi model integratif antara linguistik, sastra, dan teologi. Semoga ke depan semakin banyak karya dari FITK yang mampu menyeberangi batas disiplin dan berbicara di level global,” ungkapnya.
Yusuf mengakui bahwa proses menuju forum internasional ini tidak mudah. Ia harus menyeimbangkan tanggung jawab mengajar dengan riset mendalam serta membaca berbagai literatur asing. Namun, dukungan penuh dari fakultas dan universitas menjadi energi tersendiri.
“Institusi memberikan dukungan administratif dan moral yang luar biasa. Ini bukan hanya capaian pribadi, tapi kebanggaan kolektif bagi sivitas akademika Walisongo,” pungkasnya.
Melalui partisipasi di AICIS+ 2025, UIN Walisongo Semarang kembali menegaskan posisinya sebagai kampus Islam moderat berkelas dunia, yang terus mendorong dosen-dosennya berkiprah aktif dalam percakapan akademik internasional — membawa semangat integrasi ilmu, iman, dan kemanusiaan.

