FITK UIN Waliongo Online, Semarang — Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang kembali menggelar wisuda untuk program Doktor (S3) ke-40, Magister (S2) ke-65, dan Sarjana (S1) ke-98 pada Sabtu (1/11/2025). Bertempat di Aula 2 Gedung Tgk Ismail Yaqub Kampus III, para wisudawan merayakan puncak perjuangan akademik mereka.

Di antara para lulusan terbaik tersebut, nama Muhammad Habibur Rohman, mahasiswa Magister Pendidikan Agama Islam (S2 PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), mencuri perhatian. Ia dinobatkan sebagai wisudawan magister terbaik dengan IPK 3,83.

Habibur Rohman—akrab disapa Habib—lahir di Demak pada Desember 1999 dari keluarga sederhana. Ayahnya bekerja serabutan, sedangkan ibunya mengajar anak-anak PAUD di kampung. “Saya tidak berlimpah secara materi, tapi sangat kaya dengan doa dan semangat yang mereka tanamkan,” ungkap Habib mengenang.

Sejak kecil, Habib tumbuh di lingkungan pesantren. Ia sempat berhenti sekolah karena merasa tidak cocok dengan lingkungan di Madrasah Aliyah tempatnya belajar. Namun keputusan itu justru menjadi titik balik. Ia melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Al-Falah Ploso, Kediri, di mana secara diam-diam orang tuanya mendaftarkan Habib ke program Paket C. “Saya kaget, tapi dari situ jalan saya ke perguruan tinggi terbuka,” ujarnya.

Saat diterima kuliah S1, Habib benar-benar memulai segalanya dari nol. “Mengoperasikan Microsoft Word saja saya tidak bisa,” katanya sambil tertawa. Namun, semangatnya untuk belajar membuat ia perlahan mampu menyesuaikan diri. Ia lulus S1, kemudian melanjutkan ke jenjang magister di UIN Walisongo Semarang.

Sembari kuliah, Habib mengajar sebagai guru honorer di SDN Wonosari 01 Semarang. “Saya sempat ragu untuk lanjut S2 karena biaya dan waktu,” kenangnya. Namun berkat dukungan orang tua dan rekan, ia melanjutkan studi sembari bekerja. Ketika fokus mengerjakan tesis, ia memutuskan berhenti mengajar agar bisa menuntaskan pendidikannya dengan maksimal.

Perjuangan Habib untuk bertahan hidup patut diacungi jempol. Ia pernah berjualan semangka dan melon di ruko kecil, bahkan menjadi pedagang pentol keliling saat menulis skripsi. Saat kuliah S2, ia menjadi mitra ShopeeFood. “Mungkin bagi orang lain itu hal biasa, tapi bagi saya, di sanalah saya belajar arti perjuangan, kesabaran, dan rezeki halal,” tuturnya.

Tesis yang ditulis Habib berjudul “Pembelajaran PAI sebagai Upaya Mencegah Bullying Verbal di SMP Negeri 3 Kaliwungu Kendal.” Penelitian ini berangkat dari keprihatinan terhadap maraknya kasus perundungan di sekolah. Ia menekankan bahwa pendidikan agama Islam dapat menjadi instrumen penting dalam membentuk karakter empatik dan menghargai sesama.

“Jujur, saya kaget ketika diumumkan sebagai wisudawan terbaik. Saya bukan siapa-siapa, hanya orang biasa yang terus berusaha,” ungkapnya dengan rendah hati. Menurutnya, prestasi ini bukan sekadar hasil kecerdasan, tetapi ketekunan dan kejujuran dalam berproses.

Bagi Habib, momen paling mengharukan bukanlah saat menerima penghargaan, melainkan ketika melihat senyum bahagia orang tuanya. “Rasanya semua lelah terbayar tuntas. Saya hanya ingin membahagiakan mereka,” katanya lirih.

Habib berpesan kepada mahasiswa lain agar tidak menyerah pada keterbatasan. “Tidak semua orang memulai dari posisi yang sama, tapi setiap langkah menuju kebaikan itu bermakna. Kalau saya, lulusan Paket C saja bisa sampai di sini, kalian pun bisa,” ujarnya penuh keyakinan.

Meski kini menyandang predikat wisudawan terbaik, Habib tetap rendah hati. Ia masih aktif mengajar dan berharap bisa terus berkontribusi dalam dunia pendidikan Islam. “Ilmu tidak untuk dibanggakan, tapi untuk dimanfaatkan,” pungkasnya.