
FITK UIN Walisongo Online, Semarang – Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang menggelar wisuda ke-39 untuk program doktor (S-3), ke-64 untuk magister (S-2), dan ke-97 untuk sarjana (S-1) di Aula 2 Gedung Tgk Ismail Yaqub, Kampus III, Sabtu (23/8/2025). Sebanyak 2.023 wisudawan resmi dikukuhkan dalam acara tersebut.
Dari ribuan wisudawan, Muhammad Fawaid tampil menonjol sebagai lulusan terbaik sarjana Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) dari Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI). Ia berhasil meraih predikat cumlaude dengan IPK 3,92 dan menyelesaikan masa studinya dalam waktu 3 tahun 10 bulan 19 hari.
Pria kelahiran Rembang, Februari 2002 ini menuturkan, motivasinya menempuh pendidikan tinggi berangkat dari sebuah hadis Nabi tentang amal jariyah, salah satunya ilmu yang bermanfaat. “Saya bercita-cita menjadi guru agar bisa menyebarkan ilmu, terutama ilmu agama. Itulah alasan saya memilih PAI,” ujarnya.
Selama kuliah, Fawaid aktif di berbagai kegiatan akademik maupun organisasi. Ia tercatat sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sejak 2022, kemudian dipercaya menjadi pengurus bidang Tabligh Kajian dan Keislaman pada 2024. Selain itu, ia juga mengikuti program magang di MTs NU Sunan Katong Kaliwungu serta mengajar di SD Muhammadiyah 01 Semarang. Kini, setelah lulus, ia sudah kembali ke kampung halamannya dan mengajar di MTsN 1 Rembang.
Tak hanya aktif berorganisasi, Fawaid juga meraih prestasi di bidang akademik. Bersama timnya, ia menjuarai lomba cerdas cermat (LCC) yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) PAI. Karya ilmiahnya pun dituangkan dalam skripsi berjudul “Pola Asuh Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga Mualaf di Kota Semarang”, yang memperlihatkan kepeduliannya pada dinamika keislaman dalam keluarga.
Pengalaman selama berkuliah di UIN Walisongo memberikan banyak kesan mendalam. Selain mendapat teman dari berbagai daerah, Fawaid untuk pertama kalinya merantau ke luar kota. Ia bahkan sempat mencoba bekerja sampingan di jasa katering pernikahan hingga menjadi guru honorer. “Hasilnya memang tidak seberapa, tapi pengalaman itu sangat luar biasa,” tuturnya.
Namun, perjalanan akademiknya juga diwarnai ujian. Pada semester tiga, ia sempat jatuh sakit berbulan-bulan. Meski demikian, justru pada semester itu ia memperoleh nilai terbaik sepanjang kuliah. “Allah tidak hanya menyembuhkan saya, tetapi juga memberi hasil yang melampaui harapan,” kenangnya.
Fawaid menegaskan, inspirasi terbesarnya adalah sosok Dr. Nasirudin, dosen wali sekaligus pembimbing skripsinya. Dari beliau, ia belajar tentang ketelatenan, disiplin menjaga ibadah, dan rasa takut kepada dosa. Keteladanan itu, menurutnya, menjadi bekal penting dalam perjalanan akademik maupun pribadi.
Kepada mahasiswa lain, Fawaid berpesan agar selalu meniatkan kuliah sebagai ibadah. “Jika kuliah hanya untuk kerja, banyak sarjana yang masih menganggur. Jika hanya untuk gelar, itu hanya bertahan di dunia. Tapi jika diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah akan menolong, memudahkan, dan menjadikan kebaikan itu kekal di sisi-Nya,” pungkasnya.